Teringat

Hari ini, aku teringat kembali pada rasa yang begitu dalam. Sudah hampir 1 tahun lamanya kita tidak berjumpa. Tidak saling bertegur sapa atau bercerita apalagi bergurau bersama. Tidak mudah ketika aku harus berteman dengan waktu yang mengikis harapan. Entah, aku dipermainkan oleh sebuah kebodohan ataukah imajinasi yang terlalu jauh dari kenyataan?

Hari ini, aku teringat pada satu malam di bawah rintik hujan. Ketika kita berbincang hangat namun ada rasa takut akan kehilangan. Kau bercerita seolah itu sebuah pertanda. Aku hanya bisa mendengarkan dan berharap sebuah pilihan akan mengantarkanmu pada satu tempat yang kau inginkan.

Hari itu adalah hari terakhir kita saling sapa. Aku tidak pernah tahu apakah kau menyimpan rasa yang sama atau tidak. Yang aku tahu, kau pergi bersama rintik hujan yang menghapus segala jejak, tetapi tidak di hatiku. Hujan hanya menyamarkan rasa sedih yang mendalam. 

Aku membutuhkan waktu yang sangat lama untuk melupakan. Tidak mudah, namun aku terus melangkah mencari arah untuk menemukan definisi rumah. Mungkin kau sudah berlari di jalan yang kau tempuh saat ini. Sedang aku masih merangkak agar kita dapat berjarak. 

Aku pernah merasakan ditinggalkan. Dan lucunya, denganmu aku juga merasakan bagaimana pahitnya kehilangan. Kau tidak memberi kepastian, karena memang hanya aku yang mempunyai harapan. Kau tidak pernah salah karena nyatanya hanya aku yang menyimpan perasaan. Begitu aku simpulkan. 

Ada hari di mana kau kembali. Aku melihatmu duduk di sudut ruangan. Menatapmu saja aku tak mampu apalagi untuk menyapa sebagai penghilang dahaga rasa rindu. Hari itu, seakan benteng pertahananku runtuh. Sudah berbulan-bulan aku membangunnya, dan kau hancurkan begitu saja hanya dalam hitungan jam. Padahal kau pun tidak menyapaku, hanya sekedar duduk manis tepat di depan kedua bola mata ini. 

Bagaimana bisa aku menyimpan rasa padanya? Entahlah, rasa tidak pernah salah katanya. Seperti lagu Fiersa. 

Hari demi hari kulalui. Dan pada akhirnya, aku mengerti bahwa setiap cerita dalam hidup ini memiliki alur yang telah ditulis oleh Sang Pemilik Skenario Kehidupan. Padanya, aku berserah diri. Aku tahu, semua yang terjadi adalah sebuah pembelajaran untuk mendewasakan. Agar aku bisa belajar arti melepaskan dan mengikhlaskan. Hal ini membuatku sadar bahwa Allah masih mengizinkanku untuk memperbaiki diri serta mengoreksi segala kesalahan. Tetapi, mungkin juga Allah terlalu sayang padanya. Kita dipisahkan agar aku tidak merusak prinsip yang kau pegang. 

Namun kau tahu? 
Hari ini, aku teringat pada rasa. Ketika aku melihatmu tersenyum bahagia bersama teman-temanmu dalam sebuah foto di akun sosial media. Mungkin, aku pernah merasa terluka. Namun, aku patut meminta maaf karena aku telah menyimpan rasa. Kau terlalu berharga nyatanya.

Terima kasih pernah ada. Semoga kita akan dipertemukan dengan rasa yang berbeda. Tidak canggung untuk bertegur sapa dan berteman seperti sedia kala.

Untukmu yang pastinya sedang di Jatinangor.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Narrative Text : Reward For A Glass Of Milk Story

[Lirik Lagu] The One – 겨울사랑 (Winter Love)/(OST That Winter, The Wind Blows)

Gue = Aku