Resensi : Karya Satra Jawa
Identitas Buku
Judul
Buku : Babad Tanah Jawa [Dari Nabi Adam Hingga
Mataram Islam]
Penulis : Sri Wintala Achmad
Editor
: Pendar Langit Timur
Koreksi
Aksara : Laila Nur Aisyah
Penerbit
: Araska
Pinang Merah Residence Kav.14
Jl. Imogiri Barat – Bantul – Yogyakarta
Cetakan
: Cetakan I, September 2013
Kota
Terbit : Yogyakarta
Ukuran
Buku
: 13,5 x 20,5 cm
Jumlah
Halaman : 252 halaman
Jumlah
Bab
: 88 bab
ISBN : 978 – 602 – 7934 – 94 – 8
Babad Tanah Jawa
merupakan naskah kuno yang ditulis dengan menggunakan Bahasa Jawa dalam bentuk
rangkaian tembang macapat. Karya sastra sejarah Babad Tanah Jawa ditulis oleh
seorang pujangga kerajaan yang statusnya merupakan pujangga raja. Isi babad
berupa kumpulan sejarah di Jawa yang dibagi kedalam beberapa bagian.
“Jangan kabir
dan ujub. Karena sifat itu seperti sifat sapi atau kerbau yang tidak memiliki tempat tinggal (kandang)
Hendaklah manusia
selalu hening, bersyukur, dan suka tinggal di rumah berpagar seperti kerbau yang terkendali
Bila malam
pulanglah seperti burung yang selalu pulang ke sangkarnya untuk berserah pada Hyang Agung
Selalu berderma”.
Begitulah nasihat
yang diberikan Sunan Kalijaga tentang arti tempat tinggal pada Senapati Ngalaga
yang tertulis dalam buku Babad Tanah Jawa ini.
Buku ini tidak
hanya menyuguhkan sajian silsilah, kekuasaan, serta kebesaran raja-raja Jawa
sejak Nabi Adam hingga raja-raja Mataram Islam, namun pula tentang mitos populer
di lingkup masyarakat Jawa, semisal Jaka Tarub menikah dengan bidadari, Ki
Ageng Sela yang mampu menangkap petir, Jaka Tingkir yang menaklukan pasukan
buaya dan kebo ndanu, pertemuan Ratu Kidul dengan Senapati Ngalaga dan Sultan
Agung, Keris Kyai Munyeng milik Sunan Giri yang dapat mendatangkan pasukan
lebah, Ki Ageng Wanakusuma yang dapat mengubah jerami menjadi senjata, dan lain
sebagainya.
Buku ini juga
berisikan tentang asal-usul (legenda) nama suatu tempat maupun kerajaan
(Negara) yang sangat berjaya pada masa itu, semisal nama Negara Majapahit
berawal dari seorang putra prajurit, Jaka Sesuruh yang tidak sengaja memetik
dan memakan buah yang rasanya sangat pahit di sebuah pedukuhan. Yang kemudian
pedukuhan itu diberi nama Negara Majapahit.
Lain halnya dengan
tanah pemakaman Prabu Amangkurat di Tegal, karena tanah pemakaman Prabu
Amangkurat itu berbau harum, maka tempat itu dikenal dengan nama Tegalarum.
Yang menarik, banyak
sekali ditemukan istilah-istilah Jawa dalam penulisan buku ini, namun sayangya
tidak seluruh istilah tersebut disertai dengan arti maupun penjelasan yang
rinci. Selain itu, banyak ditemukan pengulangan bunyi kalimat dan juga terdapat
beberapa pengetikan yang salah.
Terlepas dari itu
semua, buku ini sangat bermanfaat untuk memperluas wawasan dengan banyaknya
kejadian pada masa Jawa silam yang digambarkan secara singkat namun menarik
oleh sang penulis. Buku ini juga dapat dijadikan pedoman masyarakat untuk
berperilaku sesuai dengan nilai budaya bangsa. Nilai budaya yang disampaikan
dalam buku Babad Tanah Jawa ini tentu saja merupakan cerminan dari pribadi
bangsa yang bermartabat.
Buku karya sastra
Jawa yang satu ini dapat dijadikan sumber inspirasi untuk mengenal Jawa lebih
jauh. Gaya bahasanya mudah untuk dimengerti. Kualitas kertas buku yang
digunakan pun sudah bagus dan tidak mudah robek. Buku ini sangat praktis dalam
menyajikan karya sastra Jawa silam, sehingga sangat cocok dibaca oleh berbagai
golongan, terutama untuk para pembaca yang menyukai sejarah.
Resensator
Dini Fitriani
Komentar
Posting Komentar